Benarkah ada sanak saudaramu yang harus berkorban sedemikian bear,
sampai pun nyawanya, demi keserakahan sejumlah orang yang bahkan tak
dikenalnya terhadap sekati upah?
Benarkah anggota keluarga Anda harus
membayar sebegitu mahal kepada pentas primordialisme yang sempit? Demi
fanatisme dan taqlid yang sebuta-butanya. Atau bahkan demi pertarungan
yang hanya berisi kebodohan, nafsu dan emosi yang tidak jernih arahnya,
serta ketidakpahaman dan ketergesaan.
Maka kecemasan yang saya alami tidak hanya terhadap kemungkinan chaos yang heboh, tapi juga terhadap kebebalan yang 'tenang'.
Diam-diam,
sesungguhnya, jauh di lubuk jiwa saya terdapat juga rasa asyik
menyaksikan atau mengalami benturan dan peperangan. Tapi untuk apa dulu?
Bersediakah anda mengalami itu semua untuk suatu kesibukan nasional
satu bulan yang pada hakekat dan kenyataannya tidak ada keterkaitan yang
realistis dengan perjuangan nasib Anda sendiri sebagai rakyat kecl?
Bertamulah
ke rumah orang-orang pandai. Para dosen, pastur atau kiai. Bertanyalah
kepadanya apakah gegap gempita yang sedang kita selenggarakan hari-hari
ini memiliki prospek yang nyata terhadap impian perubahan yang
sesungguhnya, yang nasib struktural rakyat bergantung padanya?
Maka
bergembiralah dengan semua pesta itu, namun dengan sanggup melakukan
pengaturan takaran. Pacing. Bukan menyediakan pasak yang jauh lebih
besar dibanding tiang rapuh yang tersedia sekarang ini.
Ada anak-anak
muda 'minta izin' ----anehnya –kepada saya. “Cak, biar deh saya
dipenjara, asalkan puas hati ini. Ayolah kapan kita serbu dan baka..!”
Tentu
saja saya masih bisa tidak gila untuk memberikan jawaban yang tepat
terhadap desakan emosi kerakyatan –yang sesungguhnya saya mafhum benar
latar belakangnya. Semangatnya pernuh enerji 'jihad', tapi belum ada
titik koordinat yang menyilangkan petemuan antara konteks atau tema
dengan momentum yang tepat.
Kalau boleh, naluri seperti itu hendaklah
'dipenjarakan' bis-shabri was-shalâh—sampai ada konteks dan sâ'ah
sejarah dimana gumpalan tenaga semacam itu kita perlukan.
Jiwa
kekanak-kanakan saya juga punya semacam rasa senang terhadap letusan²
kecil atau besar, dengan tema apapun. Tapi yang disebut 'agama' adalah
kesanggupan mental dan akal budi untuk tidak menggerakkan kaki kehidupan
ini berdasarkan apa yang kita sukai, melainkan berdasarkan apa yang
wajib dan benar menutur Alloh.
Saya mohon maaf untuk mengatakan hal
seperti ini. Bahkan terhadap fitnah² besar dalam hidup saya, insyaAlloh
saya bukan hanya tak bersedia meladeni atau mengeluarkan enerji
sedikitpun –melainkan, kalau perlu, saya bersedia membeli fitnah² itu.
Saya bersedia membayar orang² yang memfitnah saya, demi ma'unah,
fadhilah dan karomah.
Maka kalau saya merasa cemas, insyaAlloh
kecemasan yang saya maksudkan bukanlah situasi mental, melainkan
manifestasi dari kesadaran akan pengetahuan dan kewajiban hidup.
Pernahkah
Anda bertanya pada diri sendiri sebenarnya seberapa besar kadar
keprihatinan dan kecemasan Anda terhadap tingkat kemunkaran politik,
hukum dan ekonomi di sekitar kita. Seberapa besar pulakah kecemasan Anda
terhadap kenyataan betapa orang² justru tidak cemas terhadap itu semua?
Seberapa cemaskah Anda terhadap ketidakpedulian kita semua atas
seberapa jauh bangsa ini mengalami 'defisit nilai' demokras, moral,
keberbudayaan dan keberadaban. Dalam bentuknya yang kasar dan
transparan, maupun yang halus, canggih dan kita sangka kebaikan dan
ketentraman?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar